Sunday, February 19, 2017

Why It Is Essential To Do Things Your Way

Memasuki bulan Januari 2017 kakak saya memulai kebiasaan baru; bullet journaling. If you don't know what a bullet journal looks like, it's pretty much like this

nemu di google
Jadi selama liburan itu gua yang gabut hanya bisa memperhatikan kedua kakak berkutik dengan jurnal nya. Kadang mereka nyontek dari internet, kadang mereka ngarang sendiri. Yang pasti setiap mereka ngejurnal, pensil warna dan spidol udah acak-acakan di lantai. Akhirnya di hari ke 10 bulan Januari gua memutuskan untuk adopsi kebiasaan yang sama.

Hanya bertahan sekitar 2 hari, di hari ketiga pas lagi nongki di coffee shop paling mainstream se dunia (you guessed it), gua udah muak bikin hiasan-hiasan dan creative content macam punya kakak. I hated how my journal looked, especially compared to my sisters', I also hated that it took hours to create just one piece. Akhirnya I decided to quit journaling.

But then on one fine afternoon I started contemplating about things; and I started thinking about my neglected journal. One thinking led to another, terus gua berhasil merumuskan masalah gua; it is not the journaling I hate, it is the way of journaling that I can not comprehend. 

Hal itu sebenernya menyadarkan gua akan berbagai hal, too many times gua meninggalkan sesuatu not because I hate it, but because I did not like how I was taught to do it, atau simply belum menemukan cara yang sesuai dengan diri gua sendiri. For example ketika gua belajar matematika di suatu lembaga yang mengharuskan ngerjain PR nya setiap hari; berakhir dengan "aku benci matematika" when in fact gua cuma gak suka dengan tekanannya aja. Terus ketika gua mengikuti orang lain belajar bersama di NF dan gua pulang dengan ilmu yang gak bertambah banyak, gua berfikir "mau belajar gimana juga gua tetep bolot ya, i hate studying" padahal faktanya when it comes to pelajaran yang itung-itungan, gua emang gak bisa belajar bareng.

And now about the journal thing. Akhirnya setelah menyadari pola kehidupan gua yang berlari dari berbagai hal, kali ini gua gamau quit. Gua mencoba metode jurnal yang lebih cocok; meminimalisir dekorasi (pake printout seadanya atau gambar-gambar kecil di pinggir) and I let random strikes of ideas fill it in tanpa aturan, tapi tetep ada content yang mandatory setiap harinya ttg keseharian gua (yang mungkin membuat jurnal ini jatuhnya lebih mirip ke diari?) Tapi dengan cara ini gua beneran enjoy waktu-waktu ngejurnal, bahkan udah mulai terbiasa ngelakuin setiap sebelum tidur.

Jadi inti dari post ini adalah jangan nyontek cara orang terus stress sendiri ketika kita gak bisa keep up sama gaya mereka. Find your own rhythm dan your own way of working, niscaya hasilnya akan lebih orisinil dan baik (at least for yourself).

Waktunya ngejurnal!

Saturday, February 11, 2017

A Piece of Advice from Buffett, and from a senior

When I was much younger, I found a book about Warren Buffett's life in my father's library (mostly filled with books about economy such as the freakonomics and stress test, books I thought I'd stick with and not Sherwood nor Guyton). Biografi Warren Buffett yang gua baca itu dibuatnya dalam bentuk komik, karena ketika itu masih kecil pasti dong pilih yang bergambar-gambar? I don't remember finishing the book but I remember thinking "wow this man is one of a kind". 

I don't think the book I read is any of these books shown above

Lalu tadi pagi pas ngecek hp ada LINE dari official account TIME. "Warren Buffetts 10 Pieces of Advice". Then I came across a piece of advice that hit home. 

"Most behavior is habitual, and they say that the chains of habit are too light to be felt until they are too heavy to be broken"

Kenapa sangat menyentil? Karena for the past few weeks I've noticed how my life consists of laziness and ambition-less no vision path. I realize I have horrible habits such as lack of discipline, low achieving tendencies, prejudice toward others, and other negatives. I really want to change myself. That is why prior to finding this piece of advice I had made a list of small baby steps yang ingin gua implementasikan sehari-hari, hopefully until they are too heavy to be broken. 

Sekarang lagi mencoba menemukan "visi" dan stop menjalani hidup dengan terlalu "liat entar aja". I want to set a goal. I need to set a goal. Kemarin di BEM Meeting, Kak Fadhli Waznan nyebutin suatu quote yang sebenernya bukan pertama kali gua denger;

"Gagal merencanakan = merencanakan untuk gagal" 

Sebelumnya gua mendengar quote ini dari kuliah umum MPKT-B dalam aspek pencegahan terjadinya bencana, tapi saat itu sama sekali gak terpikirkan kalau prinsip tsb juga ada korelasinya dengan kehidupan sehari-hari. Baru kemarin, setelah denger kata-kata itu, gua merefleksikan diri "gimana nasib gue yang gak pernah punya rencana?" 

Jadi plan untuk sekarang adalah mendapatkan visi dan misi pribadi, nemuin cita-cita gua baik for the short term maupun long term, dan train myself for self improvement melalui berbagai metode yang udah gua rangkai, sampai mereka jadi kebiasaan sehari-hari gua. Gua juga berharap bisa sempetin baca-baca buku berbobot tentang self discovery dan lain hal yang bisa memotivasi. Maybe start with finishing that Warren Buffett's biography?

Wednesday, February 8, 2017

Wednesday, February 1, 2017

Wawancara Spontan dengan Harits Ahmad



1. Kalo bisa milih mobil apapun di dunia ini, what would it be?
"Mini cooper. Kenapa gua milih itu yak?"

2. Apa tiga kata yang terlintas saat mendengar kata "olahraga"?
"Keringet, capek, lari"

3. Kalau bukan FKUI, lantas di mana?
"FK Unpad" fyi, dia sbmptn nya keterima fk unpad

4. Satu hal yang sangat ingin lu rubah dari seorang Harits?
dijawab dengan sedikit lama "Jangan sombong dan belajar ikhlas" .. "Eh itu dua yak"

5. Apakah lu mau give up on olahraga seumur hidup kalau itu artinya IPK lu selamanya 4? Why?
"Gamauuuu. Soalnya olahraga tuh udah kayak bagian dari hidup gue."

6. Negara apa yang paling pengen lu kunjungi?
"Inggris"

7. Who would you take?
"Hah, ga ngerti" diinterupsi pewawancara yang sedikit geram dengan kelemotannya "OH iya iya gue ngerti. Maap maap. My familyyy"

8. Siapa anggota keluarga yang paling lu suka?
"Mamaaa"

9. Kalau bisa ngasih nasihat ke your younger self?
"Don't wish it was easier, wish you were better"

10. Pertanyaan wajib! Pesan untuk Astrid?
"Jaga hati, pikiran, dan perkataan. Gile gile gileee" gile3x nya menghancurkan mutu dari jawaban tsb. 

Anyways, emgnya apa yang salah dgn hati pikiran dan perkataan pewawancara ya?

Dead Poet Society

"Carpe diem"
.
.
"Seize the day. Gather ye rosebuds while ye may."


A masterpiece. Deflecting souls from a previous point of view to a wider perspective; staggering minds with a simple yet relatable question upon mankind "what am I doing with my life?" but then you have this scene, one that some might have foreseen.

A tragedy -- one true depiction of calamity by self discovery. A movie that left me thinking; should one die trying or should one fade away safe and soundly?

All it took was a second glance at the same scenery; there is no answer to that mystery, it is but a decision than it is a question.